Senin, 08 Maret 2010

Metode Menuntut Ilmu

Oleh: Zainul Muflihin, M.S.I

 
Teks Ayat
وَمَا كَانَ اْلمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Maknanya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Q.S. al-Taubah (9): 122

 
Kosakata
نَفَر – يَنْفِرُ    : Pergi
كَآفَّة            : Semua/keseluruhan
فِرْقَة           : Golongan (kelompok besar)
طَآئِفَة          : Kelompok kecil
لِيَتَفَقَّهُوْا        : Mendalami
لِيُنْذِرُوْا        : Mereka memberi peringatan
رَجَعُوْا         : Mereka kembali
يَحْذَرُوْنَ       : Mereka waspada/menjaga diri


Asbabun Nuzul
Imam Ibn al-Jauzi dalam tafsirnya, Zad al-Masir menyatakan bahwa ada empat pendapat mengenai kronologi turunnya ayat ini, yaitu:
Pertama:     Tatkala Allah menunjukkan kelemahan orang-orang munafik pada perang Tabuk, kaum Muslim berjanji tidak akan pernah melewatkan peperangan setelahnya. Karena itu, ketika ada peperangan setelah itu, mereka semua pergi ke medan juang tanpa terkecuali, serta meninggalkan Rasulullah sendirian. Maka turunlah ayat ini. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Shalih dari Ibnu ʻAbbas
Kedua:    Tatkala Rasulullah berdakwah pada kabilah Mudhar, saat itu mereka ditimpa musibah kelaparan. Mereka yang pada saat itu masih lemah imannya kemudian pergi meninggalkan Rasulullah menuju Madinah untuk mencari makanan, lalu turunlah ayat ini. Pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Thalhah.
Ketiga:    Ada beberapa orang yang masuk Islam, lalu mereka pergi ke pedalaman untuk mengajarkan Islam. Tatkala panggilan perang menyeru, orang-orang munafik mengatakan: “Celakalah orang tetap belajar dan enggan untuk pergi ke medan perang”. Maka turunlah ayat ini yang membantah ucapan orang-orang munafik itu. Pendapat ini dikemukakan oleh ʻIkrimah.
Keempat:    Sebagian sahabat pergi ke daerah pedalaman untuk mengajarkan Islam pada penduduknya. Tindakan ini kemudian dikecam oleh orang-orang yang benci pada Islam dengan mengatakan: “Kenapa kalian tinggalkan sahabat kalian berjuang di medan perang sementara kalian datang menemui kami disini”. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid.
Di antara keempat pendapat di atas, pendapat pertamalah yang dianggap paling tepat, yakni bahwa ayat ini turun berkenaan dengan peperangan, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu ʻAbbas.


PembahasanIlmu adalah bagian dari agama, karenanya Islam mengatur tata cara pengambilannya. Para ulama salaf maupun khalaf sepakat bahwa suatu pengetahuan -terutama ilmu agama- tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca (muthala'ah) buku atau kitab, tetapi harus dipelajari secara langsung (talaqqi) kepada seorang guru, kyai atau ‘ulama yang terpecaya dan kredibel (tsiqoh) yang mempunyai mata rantai keilmuan hingga bersambung sampai kepada shahabat dan Rasulullah.

Demikianlah tuntunan Rasulullah dalam mendapatkan ilmu. Beliau sendiri dalam memperoleh pengetahuan adalah dengan ber-talaqqi pada malaikat Jibril. Metode ini selanjutnya dijalankan oleh para shahabat ketika mereka menimba ilmu agama, yakni dengan ber-talaqqi secara langsung kepada beliau. Mereka yang berhalangan hadir dalam majelis Rasulullah dikarenakaan tempatnya yang cukup jauh atau disebabkan kesibukan yang tak bisa ditinggalkan, selalu menyempatkan diri bertanya kepada para cerdik pandai dari kalangan sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan lain-lain. Dikisahkan bahwa Umar ibn al-Khattab mempunyai seorang teman karib dari kaum Anshar, ketika Umar tidak bisa hadir dalam majlis Rasulullah, sedangkan temannya itu hadir maka Umar bertanya kepadanya mengenai hal-hal yang telah diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah, dan begitu pula sebaliknya jika temannya itu berhalangan hadir.
 
Sahabat Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan yang sangat jauh dari Madinah al-Munawwarah ke Mesir hanya kerena ia mendengar bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Unais yang bertempat tinggal di Mesir telah mendengar hadis dari Rasulullah. Kisah ini selain menunjukkan betapa kuatnya kemauan (himmah) para sahabat dalam menuntut ilmu, mereka juga mengetahui dengan pasti bahwa ilmu itu harus diambil langsung dari seorang ahlinya, dalam hal ini seseorang yang telah mendengar langsung dari gurunya. Rasulullah -shallallahu ‘alayhi wasallam- bersabda :
يَا اَيُّهَا النَّاسُ تَعَلَّمُوْا فَإِنَّ العِلْمَ بِالتَّعَلُّمِ وَالْفِقْهَ بِالتَّفَقُّهِ
Maknanya: “Wahai manusia, belajarlah! Sesungguhnya ilmu itu dengan belajar (ta'allum) dan fikih itu juga dengan belajar (tafaqquh).

Terkait dengan Q.S. al-Taubah: 122 di atas, metode menuntut ilmu diungkapkan oleh kata “li yatafaqqahu”. Al-Jauhari dalam kamusnya yang bernama al-Shihah menjelaskan, bahwa kata “tafaqqaha” berasal dari kata “fiqh” yang berarti pengetahuan atau pemahaman, yang pada praktik selanjutnya identik dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai syari’at agama. Kata “tafaqquh” mengandung arti meminta pengetahuan ........................................ Maaf, Anda dapat melanjutkan membaca lengkap artikel ini dan mengunduhnya, klik di sini.

0 komentar:

Posting Komentar