Selasa, 30 Maret 2010

Sultan Muhammad al-Fatih


Oleh: Ust. Khalil Muhyiddin

Dalam hadits riwayat al-Imam Ahmad ibn Hanbal dan al-Imam al-Hakim disebutkan bahwa Rasulullah bersabda:

لَتُفْتَحَنّ الْقِسْطَنْطِيْنِيّةُ فَلَنِعْمَ الْأمِيْرُ أمِيْرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذلِكَ الْجَيْشُ. رَوَاهُ أحْمَد والْحَاكم
“Kota Kostantinopel (Istanbul sekarang) benar-benar akan ditaklukkan oleh seorang panglima. Panglima tersebut adalah sebaik-baik panglima dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara” .(HR Ahmad dan al-Hakim).

Pernyataan Rasulullah ini baru menjadi sebuah kenyataan setelah sekitar 800 tahun kemudian, ketika kota Istanbul takluk di tangan sultan Muhammad al-Fatih. Sebelum beliau, telah banyak panglima yang berusaha untuk menaklukan kota tersebut, termasuk ayah dari sultan Muhammad al-Fatih sendiri, yaitu sultan Murad ats-Tsani. Tentu mereka semua berkeinginan untuk menjadi orang yang dipuji oleh Rasulullah dalam  hadits di atas. Namun ternyata hanya sultan Muhammad al-Fatih yang dapat menaklukkan kota Kostantinopel hingga benar-benar dikuasai sepenuhnya oleh kaum Muslim. 

Hindari perkataan "Terserah Yang di Atas"

Oleh: Ust. Khalil Muhyiddin

Dasar keyakinan yang dianut oleh kaum teolog Ahlussunnah ialah bahwa akal sehat tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran-ajaran syari’at. Bahkan sebaliknya, akal sehat adalah sebagai saksi bagi kebenaran syari’at itu sendiri. Sangat tidak logis bila Allah dan Rasul-Nya meletakan ajaran-ajaran syari’at yang bertentangan dengan akal. Karena bila demikian berarti penciptaan akal sama sekali tidak memiliki faedah. Dalam pada ini al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi berkata: “Segala ajaran syari’at datang sejalan dengan akal-akal yang sehat, dan sama sekali tidak ada ajaran dalam syari’at ini yang bertentangan dengan akal” .
Pada bab ini kita kutip pernyataan beberapa ulama dalam penjelasan dalil-dalil akal bahwa Allah tidak membutuhkan tempat dan arah. Sekaligus untuk menetapkan bahwa keyakinan Allah bersemayam di ata arsy, atau bahwa Allah berada di arah atas, serta keyakinan-keyakinan tasybih lainnya adalah keyakinan batil, berseberangan dengan akidah Rasulullah dan para sahabatnya serta keyakinan yang sama sekai tidak dapat diterima oleh akal sehat. Berikut ini kita kutip pernyataan mereka satu persatu.

• al-Imam Abu Sa’id al-Mutawalli asy-Syafi’i (w 478 H) dalam kitab al-Ghunyah Fi Ushuliddin menuliskan sebagai berikut:


“Tujuan penulisan dari pasal ini adalah untuk menetapkan bahwa Allah tidak membutuhkan tempat dan arah. Berbeda dengan kaum Karramiyyah, Hasyawiyyah dan Musyabbihah yang mengatakan bahwa Allah berada di arah atas. Bahkan sebagian dari kelompok-kelompok tersebut mengatakan bahwa Allah bertempat atau bersemayam di atas arsy. Jelas mereka kaum yang sesat. Allah Maha Suci dari keyakinan kelompok-kelompok tersebut.

Minggu, 14 Maret 2010

Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah

Buku ini direkomendasikan oleh para ulama dan kyai terkemuka, baik yang berdomisili di Jawa maupun luar Jawa. Meski jumlah halaman buku ini tidak lebih dari 85 halaman, namun buku ini patut dibaca dan dipahami karena isinya yang mengena pada amaliah keseharian seorang Muslim. Buku ini merupakan ringkasan yang diambil dari beragam sumber, dari beberapa kitab yang telah diakui (mu'tamad) oleh kalangan Ahlussunnah.
 

Seperti judulnya, buku ini membahas tentang akidah Ahlussunnah semisal mensucikan Allah dari tempat dan sifat-sifat makhluk, kesalahan paham hulul dan wahdatul wujud, metode memahami ayat-ayat mutasyabihat, hukum tawassul, pembagian kufur dan masih banyak lagi.
Buku ini dikemas dalam dua bagian: bagian pertama dalam bentuk deskripsi, sementara pada bagian kedua dikemas dalam bentuk tanya jawab.
 

Untuk mengunduh buku ini, silakan Anda klik di sini.

Bahaya Hizbut Tahrir (HT)

Hizbut Tahrir (HT) cukup akrab di telinga orang Indonesia, karena acapkali aksi mereka nongol di layar televisi. Agak mengherankan memang, karena di negara asalnya HT mendapat penolakan yang cukup keras, tetapi di Indonesia mereka mendapat respons positif terutama dari kaum muda.

Bagaimanakah corak pemikiran keagamaan dalam tubuh HT? Benarkah mereka ingin memperjuangkan kepentingan Islam secara kolektif? Mengapa mereka membuat kelompok baru dan memisahkan diri dari kelompok mayoritas umat Islam yang sudah ada?.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat Anda temukan jawabannya dalam buku ini. Buku ini mengungkap ajaran-ajaran HT yang mereka simpan dalam karya-karya pendiri sekaligus imam mereka, Taqiyyuddin al-Nabhani. Ajaran-ajaran tersebut sementara ini mereka bungkus rapat dan hanya diajarkan pada anggota mereka yang militan.

Buku ini memaparkan ajaran-ajaran tersebut dari sumber aslinya disertai bantahan singkat, sehingga khalayak masyarakat, terutama kaum muda yang menjadi bidikan mereka tahu akan jati diri mereka. Silakan mengunduh buku ini di sini.

Rabu, 10 Maret 2010

Mewaspadai Bahaya Golongan Sesat

Telah maklum bahwa pada masa kini banyak paham, aliran atau golongan yang mengaku berafiliasi pada Islam namun nyatanya tidak demikian. Mereka justru menyempal dari Islam disebabkan keyakinan dan dogma mereka yang menyimpang.


Meski dikategorikan sebagai buku saku, namun buku ini cukup efektif dalam mendeskripsikan aliran-aliran tersebut sebagai upaya menjelaskan ajaran Islam yang sebenarnya pada masyarakat luas, sehingga mereka tahu dan mampu membedakan antara ajaran Islam yang sebenarnya dengan yang hanya mengaku Islam.

Paham-paham menyimpang, baik dalam bentuk golongan maupun personal yang dibahas dalam buku ini mencakup: Wahhabiyah, Hizbul Ikhwan, Hizbut Tahrir, Nazim Haqqani dan Hisyam Kabbani.

Untuk mengunduhnya, silakan klik di sini.

Ahlussunnah Membantah Ibnu Taimiyah

Nama Ibnu Taimiyah cukup populer, tapi apakah kita tahu bahwa banyak ulama Ahlussunnah mengecamnya lantaran pemikirannya banyak berseberangan dengan akidah mayoritas umat Islam?.

Buku ini diawali dengan uraian mengenai identitas Ahlussunnah sebagai golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah), kemudian dilanjutkan dengan deskripsi tentang biografi Ibnu Taimiyah serta penyimpangan-penyimpangannya dalam masalah akidah, dan ditutup dengan menyebutkan nama-nama ulama terkemuka dari seluruh dunia yang secara tegas menyatakan bantahannya terhadap Ibnu Taimiyah.

Silakan mengunduh buku ini, klik di sini.

Selasa, 09 Maret 2010

Stempel Nabi Muhammad


Cap/stempel yang digunakan rasulullah untuk berkirim surat, dsb

Telapak Kaki Nabi Muhammad & Ibrahim

Duplikat telapak kaki kanan rasulullah

Duplikat telapak kaki rasulullah

Duplikat dua telapak kaki Nabi Ibrahim

Makam Nabi Muhammad

Makam baginda Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah pada beliau-

Toples berisi debu makam rasulullah

Kotak berisi debu makam rasulullah

Kediaman Nabi Muhammad

Kompleks tempat rasulullah dilahirkan

Kamar yang pernah didiami rasulullah bersama istri beliau Khadijah

Wadah air, tempat rasulullah mengambil wudhu'

Mihrab tempat shalat

Sandal Nabi Muhammad

Sandal Nabi terbuat dari kulit

Mencium Tangan Orang Tua atau Orang Alim

Oleh: Khalil Muhyiddin, M.A
Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara mustahabb (sunnah) yang disukai Allah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan dan atsar para sahabat, yang akan kita sebutkan berikut ini.
Di antaranya, hadits riwayat al-Imam at-Tirmidzi dan lainnya, bahwa ada dua orang Yahudi bersepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap -orang yang mengaku- Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Kedua orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. Al-Imam at-Tarmidzi berkata bahwa kulitas hadits ini Hasan Shahih.
 
Abu asy-Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari sahabat Ka’ab ibn Malik, bahwa ia berkata: “Ketika turun ayat tentang (diterimanya) taubat-ku, aku mendatangi Rasulullah lalu mencium kedua tangan dan kedua lututnya”. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib telah mencium tangan al-‘Abbas ibn ‘Abd al-Muththalib dan kedua kakinya, padahal ‘Ali lebih tinggi derajatnya dari pada al-‘Abbas. Namun karena al-‘Abbas adalah pamannya sendiri dan seorang yang saleh maka dia mencium tangan dan kedua kakinya tersebut.

Senin, 08 Maret 2010

Metode Menuntut Ilmu

Oleh: Zainul Muflihin, M.S.I

 
Teks Ayat
وَمَا كَانَ اْلمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Maknanya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Q.S. al-Taubah (9): 122

 
Kosakata
نَفَر – يَنْفِرُ    : Pergi
كَآفَّة            : Semua/keseluruhan
فِرْقَة           : Golongan (kelompok besar)
طَآئِفَة          : Kelompok kecil
لِيَتَفَقَّهُوْا        : Mendalami
لِيُنْذِرُوْا        : Mereka memberi peringatan
رَجَعُوْا         : Mereka kembali
يَحْذَرُوْنَ       : Mereka waspada/menjaga diri


Asbabun Nuzul
Imam Ibn al-Jauzi dalam tafsirnya, Zad al-Masir menyatakan bahwa ada empat pendapat mengenai kronologi turunnya ayat ini, yaitu:
Pertama:     Tatkala Allah menunjukkan kelemahan orang-orang munafik pada perang Tabuk, kaum Muslim berjanji tidak akan pernah melewatkan peperangan setelahnya. Karena itu, ketika ada peperangan setelah itu, mereka semua pergi ke medan juang tanpa terkecuali, serta meninggalkan Rasulullah sendirian. Maka turunlah ayat ini. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Shalih dari Ibnu ʻAbbas

Kewajiban Menuntut Ilmu

Oleh: Zainul Muflihin, M.S.I


Teks Ayat
وَمَا كَانَ اْلمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Maknanya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Q.S. al-Taubah (9): 122

Kosakata
 نَفَر – يَنْفِرُ    : Pergi
كَآفَّة            : Semua/keseluruhan
فِرْقَة            : Golongan (kelompok besar)
طَآئِفَة          : Kelompok kecil
لِيَتَفَقَّهُوْا        : Mendalami
لِيُنْذِرُوْا         : Mereka memberi peringatan
رَجَعُوْا         : Mereka kembali
يَحْذَرُوْنَ       : Mereka waspada/menjaga diri

Asbab al-Nuzul
Imam Ibn al-Jauzi dalam tafsirnya, Zad al-Masir menyatakan bahwa ada empat pendapat mengenai kronologi turunnya ayat ini, yaitu:
Pertama:     Tatkala Allah menunjukkan kelemahan orang-orang munafik pada perang Tabuk, kaum Muslim berjanji tidak akan pernah melewatkan peperangan setelahnya. Karena itu, ketika ada peperangan setelah itu, mereka semua pergi ke medan juang tanpa terkecuali, serta meninggalkan Rasulullah sendirian. Maka turunlah ayat ini. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Shalih dari Ibnu ʻAbbas

Kewajiban Mendidik

Oleh: Zainul Muflihin, M.S.I


Teks Ayat
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
Maknanya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Q.S. al-Tahrim (66): 6

 
Kosakataقُوا        : Jagalah/peliharalah
أَنْفُسَكُمْ    : Diri kalian
أَهْلِيْكُمْ    : Keluarga-keluarga kalian
ناَر       : Neraka

 
Asbabun Nuzul
Tidak ditemukan kronologi khusus terkait dengan sebab turunnya ayat ini, hanya saja sebuah riwayat dari Ibnu Umar menyatakan bahwa ketika ayat ini turun, ia bertanya pada rasulullah: “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kita menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka?” Rasulullah menjawab: “Hendaknya kalian mencegah diri dan keluarga kalian dari larangan-larangan Allah, dan kalian perintahkan diri dan keluarga kalian untuk melaksanakan perintah-perintah Allah”.

Keutamaan Menuntut Ilmu

Oleh: Zainul Muflihin, M.S.I


Teks Ayat
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
Maknanya: “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. Q.S. al-Zumar (39): 9

Kosakata
يَسْتَوِي           : Sama/Serupa
يَعْلَمُوْنَ           : Mereka mengetahui
يَتَذَكَّرُ             : Mengambil pelajaran
أولُوا الْأَلْباَب     : Orang-orang yang berakal

Asbabun Nuzul
Tidak ada sebab khusus terkait dengan turunnya ayat ini, hanya saja para ulama tafsir menyatakan ada keterkaitan beberapa orang sahabat tertentu menyangkut potongan pertama ayat ini yang berbunyi:
اَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ ءَانَآءَ الَّليْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهِ
 Maknanya: “(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?”. Q.S. al-Zumar (39): 9.

Takwil, Why Not


Oleh: Asyhari, M.A

Agar diperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap tema ini, patut diketahui terlebih dahulu bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Allah ta'ala berfirman:
هُوَ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَـأَمَّا الَّذِيْنَ فِي قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِـغَاءَ الْفِـتْنَةِ وَابْتِـغَاءَ تَأْوِيْلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوْا اْلأَلْبَابِ
Maknanya: “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah Umm Al-Qur’an (yang dikembalikan dan disesuaikan pemaknaan ayat-ayat al-Qur'an dengannya) dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya (seperti saat tibanya kiamat) melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal”. (Q.S. Al Imran: 7)
Ayat-ayat Muhkamat adalah ayat yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain. Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya.

Minggu, 07 Maret 2010

Foto Lokasi

Foto Dosen