Senin, 04 Januari 2010

Lora Khalil

Syaikh Salim Alwan al-Hasani, ketua Darul Fatwa Asutralia bertemu dengan Lora Khalil , cucu dari Mbah Khalil Bangkalan. Lora Khalil menyambut baik dan memberikan support kepada Syaikh untuk terus menyebarkan ilmu akidah Ahlussunnah, akidah rasulullah dan mayoritas umat Islam. --semoga Allah melindungi mereka--

Sekelumit Kesesatan Ibnu Taimiyah & Muhammad bin Abdul Wahhab

MUKADIMAH
Syari'at telah menyeru untuk mengajak kepada al-ma’ruf; yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah, dan mencegah dari hal-hal yang munkar; yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haq. Pada masa kini banyak orang mengeluarkan fatwa tentang agama. Fatwa-fatwa tersebut jika diamati dengan jeli tidak sedikit yang tidak memiliki dasar yang jelas dalam agama. Pada akhirnya penyimpangan dan penyelewenganpun semakin menjadi-jadi. Karena itu tulisan ini dibuat demi menjelaskan yang haq dari yang bathil, agar umat Islam dapat dengan jelas melihatnya tanpa ada kesamaran sedikitpun.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah mengingatkan masyarakat dari seorang penipu ketika manjual bahan makanan. Rasulullah tidak membiarkan perkara sepele ini, meski ia tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya bagaimana mungkin beliau akan diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Tentunya orang semacam ini lebih layak untuk diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat akan bahaya dan kesesatannya.

Hakikat Tawassul

Tidak ada satu dalilpun yang menunjukan bahwa tawassul dengan para nabi dan para wali Allah baik saat tidak hadirnya mereka maupun setelah mereka meninggal tidak diperbolehkan dengan alasan bahwa hal itu merupakan bentuk ibadah kepada selain Allah. Seseorang yang bertawassul dengan para nabi atau para wali, memanggil nama mereka, mencari berkah mereka dan meminta tolong pada mereka akan hal-hal yang wajar yang dapat dipenuhi oleh manusia lainnya tidak berarti bahwa ia beribadah pada selain Allah, dan hal itu bukanlah perbuatan syirik. Karena definisi ibadah menurut ahli bahasa tidak berlaku bagi masalah-masalah di atas, sebab ibadah secara definitif ialah ketaatan tertinggi yang disertai dengan ketundukan.

Al Azhari, salah seorang pakar bahasa terkemuka mengutip perkataan al Farra’ yang merupakan ahli bahasa paling mashur mengatakan: “Ibadah dalam bahasa Arab ialah ketaatan yang disertai dengan ketundukan. (lihat Lisan al ‘Arab, pada huruf ‘ain, ba’, dal). Sebagian ahli bahasa lainnya mengatakan: “Ibadah ialah puncak tertinggi kekhusu’an dan ketundukan”. Sebagian lainnya mengatakan: “Ibadah ialah puncak kehinaan”.

Memahami Makna Bid'ah

Pendahuluan
    Rasulullah shallahu 'alayhi wasallam dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi bahwasanya beliau bersabda :
.....فعليكُم بِسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلفَاء الراشِدِين الْمَهْديّين عَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذ ، وإيّاكم ومُحْدَثاَتِ الأُمُور فإنّ كُلَّ بِدعَةٍ ضَلالَة
Maknanya :"…Maka berpegang teguhlah dengan sunnahku (ajaranku) dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigit  ia  dengan erat dengan gigi taringmu, dan jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap bid'ah adalah sesat".
    Hadis ini adalah hadis sahih, namun ada sebagian orang yang tidak memahami hadis ini sebagaimana mestinya sehingga hadis ini sering dijadikan dalil untuk menyesatkan orang dan mengklaim pelakunya sebagai ahli bid'ah, hanya gara-gara apa yang dilakukannya belum pernah dilakukan oleh nabi, tanpa memilah-milah apakah yang dilakukannya itu sesuai dengan ajaran nabi dan para sahabatnya atau tidak.
    Maka dari itu adalah penting bagi kita untuk memahami hadis ini dengan benar sebagaimana yang difahami oleh para ulama' Islam yang mu'tabar, sehingga kita tidak terburu-buru dalam menyesatkan orang.

Pengertian Bid'ah
    Bid'ah dalam arti bahasa adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan dalam pengertian syara’ adalah sesuatu yang baru yang tidak terdapat landasan hukumnya secara eksplisit (tertulis) dalam al Qur'an maupun hadis.